Wakaf dan sejarahnya dalam Islam adalah Al-Qur’an, Sunnah dan respon sahabat-sahabat Rasulullah Muhammad SAW.
Allah SWT berfirman :
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya” (QS. Ali Imran : 92).
Abu Thalhah seorang sahabat setelah mendengar ayat diatas ingin mewakafkan hartanya yang sangat dicintainya. Berupa kebun di Birha.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Apabila manusia wafat. Terputuslah amal perbuatannya. Kecuali dari tiga hal, yaitu dari sedekah jariyah (wakaf) atau ilmu yang dimanfaatkan, atau anak saleh yg mendoakannya”.
Para ulama menafsirkan sabda Rasulullah SAW : Sedekah jariyah dengan wakaf, bukan seperti wasiat memanfaatkan harta.
Diriwayatkan dari Ibnu Umar ia mengatakan : “Umar mengatakan kepada Nabi SAW : “Saya mempunyai seratus saham di Khaibar. Saya belum pernah mendapat harta yang paling saya kagumi seperti itu. Tetapi saya ingin menyedekahkannya. Nabi SAW mengatakan kepada Umar “Tahanlah (jangan jual, hibahkan dan wariskan) asalnya dan jadikan buahnya untuk sabilillah”.
Para sahabat Rasulullah Muhammad SAW telah merespon anjuran berwakaf ketika Rasulullah SAW masih hidup. Seperti respon Umar bin Khathab Jabir r.a. menyebutkan tidak seorangpun dari sahabat yang mempunyai kemampuan yang tidak ikut berwakaf. Respon tersebut sekaligus menjadi bukti kebenaran adanya ajaran-ajaran tentang wakaf.
Wakaf berkembang luas di masa pemerintah Amawiyah baik di Mesir, Syam (meliputi Palestina, Yordania, Syria) dan daerah Islam lainnya. Banyak mujahidin di daerah-daerah Islam menyumbangkan kekayaan mereka sebagai wakaf, baik tanah (pertanian dan kebon) maupun bangunan.
Perkembangan wakaf di daerah Timur Tengah ikut berperan nyata dalam kesejahteraan masyarakat, terutama ekonomi, kesehatan, perumahan dan pendidikan. Masyarakat Islam di Indonesia juga tidak ketinggalan dalam merespon ajaran Islam tentang wakaf. Banyak di antara kita yang menyaksikan sendiri adanya harta kekayaan wakaf di Indonesia.
Tujuan wakaf bukan sekedar mengumpulkan harta sumbangan, tetapi mengandung banyak segi positif bagi umat manusia. Diantaranya :
Pertama, menunjukan kepedulian terhadap kebutuhan masyarakat.
Kedua, Pembinaan hubungan kasih sayang antara Wakif dengan anggota masyarakat. Ketiga, keuntungan bagi Wakif, yaitu kucuran pahala, secara terus menerus selama wakafnya dimanfaatkan penerima wakaf. Pahala yang dalam istilah Al-Qur’an “tsawab” ialah kenikmatan abadi di akhirat kelak. Keempat, sumber dana produktif (banyak mendatangkan hasil) untuk masa yang lama.
Wallahu A`lam Bis Shawab
Ustadz Rochimi, MA