10 Tahun Tinggal di Madinah, Rasulullah Selalu Berkurban

Alhamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam teruntuk Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.

 

Udhiyyah atau berkurban termasuk salah satu syi’ar Islam yang agung dan bentuk ketaatan yang paling utama. Ia adalah syi’ar keikhlasan dalam beribadah kepada Allah semata dan realisasi ketundukan kepada perintah dan larangan-Nya. Karenanya setiap muslim yang memiliki kelapangan rizki hendaknya ia berkurban.

 

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,

مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا

Barangsiapa yang memiliki kelapangan, sedangkan ia tidak berkurban, janganlah dekat-dekat musholla kami.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan al-Hakim, namun hadits ini mauquf)

 

Tingginya kedudukan sunnah ini sehingga Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak pernah meninggalkannya setelah disayariatkannya. Yakni selama sepuluh tahun sesudah beliau tinggal di Madinah.

 

Dari Ibnu Umar Radhiyallaahu ‘Anhuma, berkata:

أَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْمَدِينَةِ عَشْرَ سِنِينَ يُضَحِّي

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam selama sepuluh tahun tinggal di Madinah, beliau selalu menyembelih kurban.” (HR. Ahmad dan al-Tirmidzi, sanadnya hasan)

 

Dari sikap beliau ini sebagian ulama mengistimbatkan bahwa hukum berkurban itu wajib. Namun menurut penulis Tuhfah al-Ahwadzi, “Hanya semata Muwadhabah (senantiasa)-nya Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengerjakanya tidak lantas menjadi dalil wajibnya.” Ini sesuai judul bab yang dibuat Imam al-Tirmidzi, “Bab: Dalil bahwa berkorban adalah sunnah.”

Imam Al-Tirmidzi menguatkan pendapatnya dalam bab yang disusunnya di atas dengan hadits dari Jabalah bin Suhaim, ada seseorang yang bertanya kepada Ibnu Umar tentang udhiyah (berkurban), apakah ia wajib? Kemudian beliau menjawab:

ضَحَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْمُسْلِمُونَ

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan kaum muslimin (para sahabatnya) berkurban.

 

Laki-laki tadi mengulangi pertanyaannya. Kemudian beliau menjawab: “Apakah kamu paham bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan kaum muslimin menyembelih berkurban.”

 

Al-Hafidz dalam Fathul Baari berkata, “Sepertinya Al-Tirmidzi memahami sikap Ibnu Umar yang tidak menjawab “Ya” bahwa beliau tidak berpendapat wajib. Karena sebatas perbuatan saja tidak menunjukkan hal itu (wajib).

 

Sepertinya beliau mengisyarakatkan dengan perkataannya “dan kaum muslimin” bahwa hal itu bukan kekhususan (Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam). Sementara Ibnu Umar sangat bersemangat mengikuti perbuatan-perbuatan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam karenanya beliau tidak secara jelas menjawab tidak wajib.” Selesai.

 

 

Penutup

Semangat beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam berkurban ini hendaknya menjadi teladan dan motifasi berkurban untuk Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Terlepas dari perpedaan pendapat ulama tentang wajib atau sunnahnya, jelasnya bahwa berkurban ini sunnah yang sangat agung. Siapa yang memiliki kemampuan kemudian dia berkurban maka ini keputusan yang paling selamat agar terbebas dari tanggungan. Wallahu Ta’ala A’lam.

 

[PurWD/voa-islam.com]  www.sedekah.net

,